Senin, 09 Juni 2008

Rapuhnya Infrastruktur Kita

Perjalananku ke beberapa kota, dan terakhir ke Purwodadi, Gubuk, Blora
Menjadikan aku semakin sadar akan kerapuhan infrastruktur kita. Dari Jogja sampa Surakarta, sepeda motor yang aku tumpangi masih bisa berjalan di kisaran 90-100 KM per jam, setelah Surakarta jalan menuju Purwodadi, aku bingung. Tidak ada jalan yang bisa dipilih. Lobang di sana-sini, jalanan ambles, kerikil berlarian ketika roda sepeda motorku melintasinya.

Kondisi yang sama aku temui saat menempuh perjalanan dari Purwodadi ke Blora. Hampir di setiap satu kilo meter ada kamacetan, karena ada tulisan “sedang ada perbaikan jalan”. Namun yang aku tahu pekerjaan yang tak kunjung usai. Hal yang sama aku temui sepanjang jalan Purwodadi-Gubuk dan Gubuk-Bawen. Aku jadi berfikir, untuk apa pajak yang selama ini dibayar oleh rakyat.Alangkah tidak adilnya iklan TV “apa kata dunia kalau tidak bayar pajak”. Mengapa tidak dibalik “apa kata dunia kalau bayar pajak tetapi tidak ada pembangunan”.

Ketika infrastruktur lemah atau rapuh atau apalah istilahya, bagaimana akan terjadi mobiliasi ekonomi? Tadinya aku berfikir ini terjadi di pulau jawa, bagaimana dengan daerah yang ada di luar Jawa. Tapi kemudian aku berfikir lagi. Tidak usah jauh-jauh di Purwodadi-blora, lawong di jakarta aja juga banyak jalan berlubang yang entah telah menewaskan berapa orang. Lagi-lagi aku berfikir, Nah pemerintah,baik pusat maupun daerah nagapai aja selama ini? Kemana mereka? Dan ku jawab sendiri pertanyaan itu :mereka sibuk dengan politik tebar pesona tanpa ada karya.

Benar yang dikatakan guru Andrea Hirata yang kurang lebih begini.“Jika kamu ingin memeperoleh kebijaksanaa pertama Baca Al-Quran. Kedua baca buku. Ketiga melancong” yah, melanconglah yang mengajari aku untuk semakin mencintai negeriku, karena cinta sejati adalah mencitai dalan keadaan baik dan buruk.

Kamis, 15 Mei 2008

Bunda Relakan Kami

Konon Mei ini adalah momen seabad kebangkitan bangsa
Katanya juga bulan ini adalah peringatan sepuluh tahun reformasi
Kalau memang orang masih ingat itu.
Tapi kenapa bulan ini juga menjadi momen kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Ironi...............

Maju......maju..... ayo terus maju.....
Jangan mundur rapatkan barisan, revolusi jadi kewajiban.

Nyanyian itu menggema bersama teriakan takbir........ teriakan revolusi.....
Dan lagu darah juang serta lagu pembakar semangat juang lainnya.
Satu, dua, tiga, lima, sepuluh, luma puluh dan sekitar seratus orang berjalan beriring meneriakan kata tolak.
Tugu Jogja jadi saksi

Dibawah topi jerami, kususuri jalan juang ini
Berjuta kali turun aksi.. Bagiku satu langkah pasti
Dibawah kuasa tirani....
Ku susuri garis revolusi...
Berjuta kali turun aski...... Bagiku satu langkah pasti.........

Itulah tekat kami
Semboyan kami: keadilan kebenaran jika diinjak-injak.. LAWAN.

Kobaran api semangat telah membara
Yang menghalagi kami tebas
Brigade Polisi pun kami terobos
Ricuh, kacau, tak terkendali..
Sebagain wajah teman-teman lebam
Sepatu hilang, sandal lepas, patah.
Nampak wajah-wajah yang menympan amarah, dendam
Yang akan selalu masing-masing bawa dalam ingatan
Itulah perjuangan
Dan aku yakin itu tidak sia-sia

Kami bergerak bukan tanpa alasan
Kami bergerak untuk keindahan, keharmonia
Yang hanya ada dalam kemakmuran
Kami bergerak karena mereka telah dirampas haknya
Dan kami harus merebutnya, meski harus berdarah-darah
Bunda relakan darah juang,
tuk membebaskan rakyat
Bunda relakan darah juang kami,
Padamu kami berbakti.

Senin, 05 Mei 2008

Maaf aku pergi

aku izin untuk pergi
walau aku sendiri tidak tahu mau pergi ke mana
yang jelas aku pergi
tapi bukan unutk menjauhimu
juga bukan untuk melupakanmu
aku pergi karena memang aku ingin pergi
itu aja.

jangan kau cari aku
dan kau pun tak berharap itu
sampaikan saja salamku
kepada wajah-wajah sunyi dan muram
namun tiada berkesah
sampaikan kepada mereka; aku salut
aku ingin jadi mereka, namun
aku menemukan diriku yang berbeda
biarlah aku berjalan ke sana
dan mereka ke sini
aku bahagia bisa bersamamu dan mereka

oh ya, kalau masih ada sisa
keringat yang terjatuh di lantai
biarkan dia mengering sendiri
jangan kau lap dia
kalau masih ada tawa yang mengiang
biarkan dia pergi bersama angin malam
atau biarkan ia bertahta dalam mimpimu
menjadi penghibur dalm kelam malam
saat bidadari meninabobokanmu

maaf aku bergi
hanya karena ku ingin pergi

Sabtu, 03 Mei 2008

Ke Puncak Lawu

Terobati sudah ingiku yang telah lama ku pendam
Mendaki hingga puncak gunung
Memandang alam ini dari atasnya

Sabtu delapan maret
Aku dan 20 orang temanku beranjak dari Jogja, Lawu tujuan kami
Adzan Magrib berkumndang ketika kami tiba di Tawang Mangu
Dan meneruskan perjalanan dengan naik L 300
Ke pos pendakian di Cemoro Sewo, Magetan, Jawa Timur

Pukul 08.30 kami melangkahkan kaki
Meninggalkan Pos dan memulai pendakian
Diselimuti kabut tipis, menapaki batu-batu
Bersenjata senter dan mantel yang melindungi kami dari air hujan
Canda tawa mengiringi perjalanan yang semakin lama semakin menanjak

Sejenak beristirahat di Pos Satu, bertemu rombongan dari Bandung
Dengan semangat menggebu kami melanjutkan perjalanan
Suara tawa mulai menghilang, masing-masing sibuk mengatur nafas
Dan tawa itu kembali merekah pada tengah malam saat kami tiba di pos dua
The great moment, Hanum, salah seoarang teman yang ikut mendaki
Merayakan ulang tahunnya ke 21. happy birthday yah.

Jalan makin terjal
Masing-masing berjalan menunduk di bawah mantel
Manahan hawa dingin pegunungan, bercampur bau belerang
beberapa orang mulai merasakan keram pada kakinya, ada yang keram perutnya
Perjalan semakin pelan, karena sering berhenti tuk istirahat
Pos tiga menjadi tempat pemberhentian selajutnya

Lima menit berlalu dari pos tiga, Endang tidak kuat lagi menahan ingin
Perutnya kembali keram, badannya terasa kaku
Dia berteriak histeris dan tidak sadarkan diri
Aku berlari dan satu orang teman kembali ke pos tiga meminta bantuan, namun aku terjatuh, kakiku melecet dan kaki kiriku mulai terasa keram
Aku duduk menahan sakit dan memijat sendiri kakiku

Nge-camp di pos tiga adalah keharusan, bersama rombongan dari Jombang
Aku tarik beberapa teman yang sudah berada di depan
Memasak air dan mendirikan tenda untuk teman-teman putri
Yang putra hanya beratap langit dan berselimukan mantel

Pukul 5.30 WIB, beberapa orang tinggal di camp menjaga teman yang sakit,
Sementara yang lain meneruskan perjalanan
Setelah menempuh waktu tiga jam melewati jalan terjal bebatuan
Sembari menikmati udara pagi dan pemandangan yang etsotik
Kami sampai di puncak Lamu 3265 DPL

Aku berdiri di atas tugunya, berteriak sekuat tenaga
Setelah kami perpose di sekelilingnya
Sembarai melempar pandangan ke segala penjur
Meski yang namapk hanya awan dan kabut

Kabut tipis mulai menyelimuti pucak Lawu
Udara dingin menulusuk tubuh yang dibungkus jaket
Hujan pun turun, mengiringi langkah kami menuruni lawu
airnya yang dingin membasahi bibirku yang telah basah oleh lantunan tasbih
subhanallah. Rabbana ma khalaqta hadza bathila.

Sabtu, 02 Februari 2008

Selalu Ada Yang Baru

Selalu ada yang baru
Semangatpun tumbuh, bangun dari keterpurukan
Itulah hasil dari silaturahmi
Aku dan temanku ke rumah alumni

Dia sedang sakit, namun
Semangat tetap menggebu ketika berbicara dengan kami
Ada masalah, hadapi
Karena itu cara yang terbaik
Jangan lari dari masalah
Karena lari dari masalah adalah masalah itu sendiri
Ditambah dia akan memunculkan masalah baru lagi.

Putus asa? Jangan karena semua pasti ada jalan keluar
Karena DIA tidak akan membebani makhluk-Nya
dengan beban yang tidak mampu dipikulnya
Gunakanlah doa sebagai senjata
Dan amal soleh sebagai pendobrak doa itu

Jika kamu sampai pada titik kejemuan,
Kekecewaan, kebosanan dan kebimbangan
Berdiamlah sejenak, renungkan, instropeksi
tanyalah pada hati nuranimu
kemana engkau harus melangkah

Itulah petuah Pak Muslikhin
kepada kami.